Cari Blog Ini

Sabtu, 06 April 2013

Perahu Kertas 1 (part 2)



Nah ini dia lanjutan ceritanya silahkan di baca

21
menghalangi pandangan keduanya. Kugy berharap ia tak
salah mendengar. “Keenan ... Keenan ...,” ulangnya sendirian
sambil terus berjalan.
Tak jauh dari sana, seseorang merasa namanya dipanggil.
Keenan merasa sumbernya adalah perempuan yang sedang
bergerak ke arahnya. Keenan mengamati dengan saksama.
Ia yakin belum pernah berkenalan dengan cewek satu itu
seumur hidupnya. Tepatnya, ia belum pernah menemukan
orang dengan penampilan seaneh itu.
Ragu, Keenan mendekati, menjajarkan langkahnya dengan
kaki kecil yang melangkah besar-besar dan terburuburu.
“Permisi ....”
Kugy berhenti, tertegun menatap orang yang tahu-tahu
muncul di sampingnya dan kini mengadang persis di hadapan.
Keenan mengamati sekali lagi. Perempuan mungil setinggi
dagunya, kelihatan seperti anak SMP, gaya berbusana
tidak ada juntrungnya, rambut seperti orang baru kesetrum,
kedua mata membelalak seperti mengancam. Mendadak
Keenan menyesal telah memanggil.
“Ada apa, ya?” tanya Kugy dengan suara dibesar-besarkan.
Berusaha sangar.
Setengah mati Keenan menahan senyum gelinya yang
spontan ingin membersit. Ternyata ia berhadapan dengan
anak kucing yang berusaha jadi singa.
“Nggak pa-pa. Saya salah mengenali orang. Saya pikir
tadinya kamu ... emm ... maaf, ya.” Keenan mulai bingung
menjelaskan, dan akhirnya hanya tersenyum lebar lalu ambil
langkah seribu. Namun, dalam hati ia tahu, ia tidak akan
pernah melupakan wajah itu.
Kugy pun hanya mengangguk kecil, lalu berjalan lagi ke
arah bilik informasi yang menjadi tujuannya. Napasnya baru
lepas setelah ia yakin orang itu sudah hilang jauh di balik
22
punggungnya. Sejujurnya, ia tidak keberatan salah dikenali.
Laki-laki tadi adalah makhluk tertampan yang pernah ia
temui sejak tokoh Therrius dalam komik Candy-Candy.
Namun, harus selalu waspada dengan semua makhluk sok
akrab, tegas Kugy dalam hati. Lebih baik konsentrasi mencari
sepupu Eko nan malang, ia pun memotivasi diri. Berusaha
melupakan apa yang baru ia lihat.
23
Noni dan Eko, yang mulai putus asa menunggu di tempat
sama, akhirnya berjalan ke teras depan stasiun. Suasana mulai
lengang, tinggal segelintir orang yang tersisa.
“Aku coba telepon ke rumah tanteku, deh. Siapa tahu
memang dia pakai kereta yang lain. Pinjam HP ya, Non.
Pulsa cekak, nih.”
Sambil memberengut, Noni menyerahkan ponselnya.
Namun, tangannya tergantung di udara, karena tiba-tiba terdengar
suara yang sangat ia kenal bergaung lewat speaker
seantero stasiun.
“Panggilan untuk Keenan penumpang KA Parahyangan
dari Jakarta, sekali lagi, saudara Keenan, sepupu dari Eko
Kurniawan, ditunggu oleh saudara Eko yang ciri-cirinya sebagai
berikut: rambut cepak berjambul Tintin, tinggi 175 cm,
kulit cokelat sedang, mata besar bulu mata lentik, pakai
kaus Limpbizkit, ditemani oleh dua cewek cakep ....”
Noni dan Eko melongo. Keduanya menoleh ke belakang,
melihat Kugy di bilik informasi sedang menguasai mikrofon.
Tak lama seorang petugas datang tergopoh-gopoh untuk me-
3.
MOTHER ALIEN
24
ngendalikan situasi. Seorang anak kurang ajar rupanya telah
menjajah daerah kekuasaannya saat ia pergi sebentar ke kamar
mandi barusan.
Tak hanya Noni dan Eko yang ikut menoleh, seorang pemuda
yang berdiri tak jauh dari mereka pun ikut melongok.
Dan kini orang itu yakin bahwa perempuan aneh yang kini
tengah diusir petugas itu memang orang sama yang memanggil
namanya tadi.
Sambil tertawa riang, Kugy menghampiri Noni dan Eko.
“Ha-ha ... salah sendiri posnya ditinggal ....”
Dari arah lain, tampak satu sosok mendekati mereka bertiga.
Baru saja Keenan mau mengucap “permisi” untuk yang
kedua kalinya, matanya tertumbuk pada wajah yang kali ini
rasanya ia sungguhan kenal.
“Eko?” panggilnya setengah meragu.
“Keenan?” Eko membalas sama ragunya.
Keduanya tercenung memandangi satu sama lain. Dalam
koridor memori masing-masing, ingatan mereka berkejaran
menuju ke sembilan tahun lalu. Dalam ingatan Keenan, Eko
adalah anak berbadan besar cenderung tambun, periang,
bermata cantik seperti anak perempuan dengan bulu mata
lebat dan lentik. Dalam ingatan Eko, Keenan adalah anak
bule berambut kecokelatan, kurus dengan tungkai-tungkai
panjang, bersorot mata teduh dan selalu tersenyum ramah,
tapi jarang bicara. Dan sekarang Keenan menjulang tinggi
dan tegap, rambutnya yang diikat tak lagi cokelat melainkan
hitam pekat, tampak terjurai sedikit melewati pundak. Hanya
sorot matanyalah yang tak berubah, yang sejak kecil
membuat Keenan tampak lebih dewasa dari umurnya.
Keenan pun tak akan mengenali sepupunya jika saja tidak
menemukan kedua mata bundar yang dinaungi bulu-bulu
lentik yang sejak dulu menjadi ciri khas Eko, yang mem25
buatnya dulu dipanggil ‘‘Si Cowok Cantik’’. Sekarang sepupunya
sudah tidak bulat lagi seperti bola, malah lebih mirip
pelatih .............
Jarak sembilan tahun itu seketika melumer ketika keduanya
berdekapan sambil tertawa bersama, menyadari bahwa
sejak tadi mereka ternyata berdiri bersisian.
“Bener juga kata Tante Lena, lu udah makin kayak seni-
........ ...................... .......... ........ .............. ................ .......... ................
“Kenalin, Nan. Ini cewek gua, Noni. Dan ini sahabatnya
Noni ....”
Hanya Kugy yang tampak menyimpan kepanikan saat
berkenalan dengan Keenan. Wajahnya bersemburat merah
saat ia mengulurkan tangan, “Hai. Kugy ....”
Keenan tersenyum lebar menyambut tangan mungil dengan
muka yang kini merunduk malu itu. Betulan seperti
anak kucing. “Hai. Akhirnya kenalan juga.”
“Memangnya kalian udah ketemu?” komentar Eko melihat
pemandangan ganjil itu. Kugy yang tahu-tahu melempem
seperti kerupuk disiram air, sementara ekspresi Keenan
seperti orang yang menangkap basah sesuatu.
.................. .................. .................. ................ .............. ..............
berpandangan lalu tertawa.
.................. ............ .................. ............ .......... ...................... ........ ......
reka tertawa lagi.
“Gimana, sih?” Eko dan Noni mulai merasa ada konspirasi
di balik ini semua.
“Mungkin kita sudah ketemu di kehidupan lampau ....”
timpal Kugy cepat.
“Yup. Dan dulu dia galak sekali.” Keenan ikut menambahkan,
mantap.
Eko melengos melihat keduanya, malas mempermasalahkan
apakah dua orang itu serius atau bercanda. “Dari dulu
26
dia udah hancur gini belum dandanannya?” celetuknya sambil
menunjuk Kugy.
.......... .................. .............. ................
Kugy ikut mengekeh, bangga. Percaya dirinya sudah kembali.
Seketika ada keakraban yang juga mencairkan jarak
dan waktu di antara mereka berempat, seolah mereka telah
berkenalan jauh lebih lama dan bukannya barusan.
Tak lama kemudian, hujan kembali mengguyur Kota Bandung.
Sebuah Fiat warna kuning terang tampak berusaha
keras keluar dari parkiran stasiun. Noni di belakang kemudi,
sementara ketiga temannya mendorong di belakang. Tubuh
mungil Kugy diapit oleh kedua lelaki besar di kiri-kanan,
tapi jelas suara lantangnya yang berfungsi sebagai mandor.
Ia berteriak-teriak sekuat tenaga untuk membakar semangat,
sampai akhirnya Fiat itu berhasil kembali melaju dengan
tenaga mesin. Bukan manusia.
Dering telepon meraung-meraung di koridor kos-kosan itu
sejak tadi, bersahutan dengan derap kaki yang berlari dan
.................. ................................ .............. .......... ........................ ........ ..........
................
Kugy menyambar kop telepon dan terengah menyapa,
“Halo ....”
“Hai, Sayang.”
“Hai, Jos ....”
“Kamu baru jogging? Tumben rajin.”
“Bukan. Baru dorong mobil.”
“Hah?”
“Hujan-hujanan lagi. Gede banget.”
“HAH? Kok bisa?”
“Biasa. Fuad lagi penyakitan, sementara Eko harus jem27
put sepupunya ke stasiun, yang dari Belanda itu lho, terus
mereka butuh aku untuk dorong mobil kalau-kalau mogok.
Eeeh ... dasar si Fuad, beneran mogok dia.”
............ ...... ...... .......... ............ ........ ............ ............ .......... .......... ..........
yang mereka andalkan? Di stasiun kan banyak kuli. Bayar
kek buat dorong mobil, ngemodal dikit. Nanti kalau kamu
...... .................... ...................... .................... ...... ........ .......... ...... ..........
bisa gantiin kamu kuliah?”
“Jos, nggak pa-pa, kok. Yang dorong beneran kan Eko
sama sepupunya. Aku cuma nyumbang spirit sama akting
ngedorong doang.”
“Tapi tetap hujan-hujanan, kan?”
“Iya, siiih ....”
............ ........ ............ ........ .................. ................ ...................... ............
mengalir tanpa jeda.
Kugy menunggu sambil memanyunkan mulut dan memeras
ujung-ujung kausnya yang basah. Ia memang tak
akan pernah bisa menang jika beradu mulut dengan Joshua,
pacarnya sejak dua tahun terakhir. Kendati begitu, Joshua
pun seringkali mati kutu jika berhadapan dengan Kugy.
Buktinya, dia harus merelakan namanya yang indah
‘‘dirusak’’ menjadi “Ojos”, dan hanya Kugy satu-satunya di
dunia yang berani melakukan itu.
Bagi Kugy, ungkapan opposite attract adalah yang paling
sempurna untuk menggambarkan dinamikanya dengan Ojos.
Tak ada satu pun temannya yang percaya bahwa keduanya
bisa jadian, begitu juga dengan teman-teman Ojos. Keduanya
bertolak belakang hampir dalam segala hal. Ojos yang necis
dan jago basket adalah pujaan banyak cewek di sekolah karena
kegantengannya, mobilnya yang keren, dan sikapnya
yang sesuai primbon Prince Charming. Membukakan pintu,
membawakan seikat bunga, dan makan malam di restoran
mewah bertemankan sinar lilin, adalah standar prosedur
28
Ojos. Di sisi yang berbeda, Kugy pun termasuk sosok
populer di sekolah karena aktivitas dan pergaulannya yang
luas. Tapi Kugy berasal dari kutub yang berbeda. Kugy dikenal
dengan julukan Mother Alien. Ia dianggap duta besar
dari semua makhluk aneh di sekolah. Semuanya tak habis
pikir, bagaimana mungkin Prince Charming dan Mother
Alien bisa bersatu?
Tidak juga Ojos, atau Kugy, tahu jawabannya. Mungkin
karena Kugy begitu berbeda dengan semua cewek yang pernah
dipacarinya, Ojos begitu terkesima melihat bagaimana
Kugy begitu santai dan berani menjadi dirinya sendiri, sementara
cewek-cewek lain sibuk mencari muka hanya supaya
Ojos mau mengajak mereka makan atau nonton barang
sekali saja. Kugy sendiri tak pernah menganggap Ojos serius
mendekatinya karena menyadari betul perbedaan mencolok
di antara mereka berdua. Kugy tak sadar, sikapnya justru
membuat Ojos semakin penasaran.
Kugy tak akan pernah lupa hari mereka jadian. Pada sore
itu, hujan pun turun sama lebatnya. Dan Ojos keburu menerima
tantangan Kugy untuk bertandang ke rumahnya pakai
kendaraan umum. Datanglah Ojos di depan pintu, basah
kuyup karena gengsi bawa payung, rambut rapinya layu ditimpa
air hujan, dan seikat mawar putihnya berantakan
tergencet punggung orang di Metro Mini. Dan kali itu, Kugy
melihat Ojos dengan pandangan lain, bukan lagi anak manja
yang dipuja-puja satu sekolah, melainkan seseorang yang
siap berkorban demi pilihan hatinya. Dan hati Kugy pun
akhirnya memilih.
Hampir dua tahun mereka pacaran, dan mereka tetap
dua manusia yang bertolak belakang. Di mata Kugy, Ojos
yang perhatian dan cerewet kadang-kadang berfungsi sebagai
penata hidupnya dan kaki-kaki yang membantunya menjejak
bumi saat terlalu lama berada di dunia khayal. Di mata
29
Ojos, Kugy yang cuek dan seenaknya terkadang menjadi
pengingat bagi dirinya untuk bersikap santai dan terbuka
bagi segala kejutan dalam hidup.
Cukup banyak penyesuaian yang mereka pelajari selama
dua tahun ini. Salah satu trik yang dipelajari Kugy kalau
Ojos sedang kambuh cerewetnya adalah menjauhkan sedikit
gagang telepon lalu mencari kesibukan lain, dan kini ia masih
asyik memeras ujung-ujung bajunya.
“Gy? Kugy? Denger nggak?”
Kugy tersadar dan buru-buru mendekatkan gagang telepon.
“Kenapa? Sori tadi kresek-kresek ....”
“Tadi aku bilang, lain kali kamu naik taksi aja ke manamana,
jangan percaya deh sama si Fuad. Udah sering kamu
dikerjain mobil satu itu.”
“Ogah, ah. Naik taksi mahal. Kalau dorong Fuad, udahannya
malah suka dijajanin minum sama Eko.”
Ojos menghela napas. Putus asa. “Ya udah. Terserah.
Ganti baju gih, nanti masuk angin. Oh, ya, kapan dong
kamu beli HP baru? Masa kalau mau telepon harus ke kosan
terus. Kan enakan ngobrol di kamar.”
Ponsel Kugy, produk second keluaran empat tahun yang
lalu, sudah tak berfungsi lagi layarnya. Selama ini ia terpaksa
menggantungkan nasib pada feeling, dari mulai
urusan memencet nomor sampai menerima telepon. Alhasil,
Kugy kehabisan banyak pulsa karena salah sambung, dan
tak berhasil menghindari telepon-telepon yang tak diinginkan
karena tidak tahu siapa gerangan yang meneleponnya.
“Aku nabung dulu, ya, Jos. Aku lagi bikin cerpen, nih.
Kali ini aku mau coba kirim ke majalah. Jadi ada penghasilan.
Malu minta sama Bokap. Lagian kalo buat HP kayaknya
nggak akan dikasih.”
“Kamu lagi bikin cerita apa?”
30
“Aku lagi bikin cerpen cinta gitu. Kalau dimuat, honornya
cukupan beli HP baru.”
“Pasti dimuat. Kamu kan hebat. Ceweknya siapa dulu
...”
“Oh, ya, aku juga lagi bikin dongeng tentang sayursayuran.
Jadi gini, tokoh utamanya Pangeran Lobak dari
kerajaan Umbi, lalu tokoh antagonisnya penyihir namanya
Nyi Kunyit dari negeri Rempah ...”
Ojos punya trik jika Kugy sedang berceloteh tentang
dunia khayal yang tak ia mengerti, yakni menjauhkan
gagang telepon sedikit dan mencari kesibukan lain. Ojos
mulai membuka-buka tumpukan majalah otomotif di
hadapannya, sementara mulutnya sesekali membuka, “Oh,
ya? Hmm. Oooh. Ya, ya. Hmm. Oh, ya? Hmm ....”
“Seru, kan? Hebat nggak ceritaku? Jos? Halo?”
Ojos tersadar dan buru-buru mendekatkan gagang
.................. ............ ............ .......... ................ ...... ............ .......... ..............
gih. Besok aku telepon lagi ya, Sayang. Bye!”
.............. ............ ............ .......... .......... .......... .............. ................
berdiri, tahu-tahu selembar handuk telah dilemparkan ke
pangkuannya.
“Diomelin sama Ojos, ya?” tanya Noni yang sudah berdiri
di depan Kugy.
“Yah, biasalah. Kayak nggak tahu aja. Dia kan jelmaan lu
dalam bentuk laki-laki,” ujar Kugy sambil terkekeh.
“Nanti malam diajak makan sama Eko. Gabung, yuk.”
Kugy menelan ludah. “Pakai Fuad lagi?”
“Fuad tewas. Besok masuk bengkel dulu. Rencananya Eko
dan Keenan mampir ke sini pakai angkot, nanti kita jalan
kaki aja cari yang dekat-dekat, atau pesan makanan lewat
telepon.”
................ ............ ........ .............. ............ ................ ............ ............
.................. .......... .................. .............. ........ ...................... ...... ............
pintu kamar mandi.
31
Di ruangan tamu yang digunakan bersama itu, tampak karton
pipih lebar bekas pizza menganga terbuka. Sebuah teve
yang tak ditonton menyala dengan suara sayup. Empat
orang duduk di lantai, berbincang asyik sambil tertawa-tawa,
dengan dus pizza kosong sebagai pusat bagaikan kawanan
Indian yang mengelilingi api unggun.
“Kugy ... giliran lu kasih ide.”
“Oke,” Kugy berdehem, “di lingkaran suci ini, sebutkan
hal paling aneh yang pernah kita lakukan. Ayo, yang jujur,
........
“Maaf, sebetulnya gua kurang setuju,” Noni angkat tangan,
“karena bagi Kugy semua hal nggak ada yang aneh,
termasuk yang paling aneh sekalipun untuk ukuran orang
normal.”
Mereka tergelak-gelak, termasuk Kugy. “Itu memang apesnya
lu aja, Non. Dan untung di gua,” celetuk Kugy.
Noni berpikir sejenak. “Waktu SD gua pernah ikut drama
sekolah, dan dapat peran jadi .... Pak Raden. Lengkap
dengan kumis palsu.”
4.
LINGKARAN SUCI
32
Semua terkikik-kikik.
................ .......... ...... .............. .............. .............. ..........
“Tapi karakter pas banget.”
Giliran Keenan. “Hmm. Lipsync lagu Meggy Z. Lengkap
dengan joget.”
Pengakuan Keenan disambut sunyi. Semua terlongo, takjub.
Melihat reaksi itu, Keenan merasa perlu memberikan penjelasan.
“Jadi, waktu itu ada malam kesenian di sekolah gua
di Amsterdam, dan karena mereka tahu gua dari Indonesia,
gua diminta menyumbangkan satu kesenian yang khas Indonesia.
Yah, cuma itu yang gua bisa. Tapi mereka suka banget.
Satu sekolah ikut joget.”
“Lagu yang mana?”
“Sakit Gigi.”
Sunyi lagi. Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan yang
diprakarsai oleh Eko. Tak lama, yang lain mengikuti.
“Terima kasih, terima kasih,” Keenan membungkuk hormat.
Giliran Kugy. Anak itu berpikir keras. Betul kata Noni,
pikirnya, berhubung hampir semua yang ia lakukan cenderung
aneh, susah sekali memilih satu.
“Ayo, dong. Lama banget, sih,” desak Eko tak sabar.
“Bentar, bentar. Susah banget, nih,” gumam Kugy. Mukanya
berkerat-kerut tanda berpikir keras.
“Mau dibantu, Gy?” Tahu-tahu Noni memberi usul.
“Please.”
“Kugy suka kirim surat ke Dewa Neptunus,” ungkap Noni
sambil menahan geli.
Alis Keenan seketika bertemu. “Gimana caranya?”
“Oh, gampang. Dulu, waktu rumah gua masih di dekat
pantai, ya gua hanyutkan di laut. Sesudah itu dihanyutkan
saja di segala aliran air, karena semua aliran air bermuara
33
ke laut.” Kugy langsung duduk tegak dan menjelaskan dengan
semangat.
“Terus, tujuannya lu kirim surat apa?” Eko bertanya.
“Teman-teman, sudah saatnya kalian tahu bahwa gua
ini sebetulnya ...,” Kugy menahan napas, suaranya bergetar
“... alien.”
Sunyi yang lebih mencekam, atau tepatnya mencekik, seketika
memberangus mereka. Eko sudah mau mati menahan
semburan tawa.
“Gua sebetulnya anak buah Neptunus yang dikirim ke
Bumi untuk jadi mata-mata,” papar Kugy lagi, “dan, SECARA
KEBETULAN SEKALI, zodiak gua Aquarius. Ajaib,
kan?” tambahnya dengan mata berbinar-binar.
“Sama, dong. Gua juga Aquarius,” sahut Keenan.
“Yo! Brotha’!” Kugy kontan menjabat tangan Keenan.
Eko membelesakkan kepalanya ke dalam bantal. Tertawa
terpingkal-pingkal. “Kok gua serasa ada di tengah alien
nation gini, ya?” cetusnya dari dalam benaman bantal.
“Betul, kan? Tantangan ini memang nggak relevan buat
si Kugy,” kata Noni lagi, “ayo, giliran kamu, Ko.”
“Dengan segala hormat, tapi hal paling aneh yang pernah
gua lakukan adalah ... naksir Kugy.”
Keenan terbahak keras, diikuti Kugy yang sampai terguling
di lantai. Sementara mulut Noni menganga tak percaya,
“Kamu pernah naksir Kugy? Ka—kapan?”
“Yah, waktu aku kelasnya sebelahan sama dialah, pas kelas
2 SMP. Untung kamu udah keburu pindah, Sayang. Jadi
nggak perlu ikut menyaksikan aib ini,” Eko menepuk bahu
Noni, “tenang, Non. Langsung menyesal, kok. Dulu aku sering
ke taman bacaannya Kugy. Bisa naksir karena setiap
ketemu Kugy selalu pas dia lagi baca buku. Begitu ngobrol
........ ............ ................ ........ ........ ..............................
34
“Terus, kok kalian bisa ... jadian?” Keenan perlahan menunjuk
Eko dan Noni.
Eko langsung pasang tampang serius. “Sebetulnya cinta
sejati gua adalah Noni, Nan. Gua udah naksir dia dari kelas
1 SMP ....”
.............. ................ ............ ........ ................ ................ ............ ............
kan kenal aku justru setelah aku pindah. Gara-gara pernah
ketemu aku di rumah Kugy, kan? Yang mungkin waktu itu
kamu masih jadi pelanggan setia taman bacaannya dalam
.............. .......................... .......... .......... ........ .............. ........ .......... ..............
aku dari kelas 1, padahal aku yakin kamu tahu aku aja
nggak,” cerocos Noni sengit.
“Ya’elah, Non. Dendam banget, sih. Namanya juga usaha.
Bokis dikit kan biasa. Yang penting hasilnya ...” Eko membujuk-
bujuk.
“Jadi kalian dicomblangin Kugy?” tanya Keenan lagi.
.......................... .......... ........ ........ ........ .......... .......... ............
Kugy menggeleng, “Sori. Aku paling anti percomblangan
dan segala usaha perjodohan lainnya,” sahutnya kalem.
“Si Semprul satu ini justru orang yang paling menghalang-
halangi, tahu nggak?” sambar Eko lagi. “Masa dia
pernah bilang ke Noni kalo gua itu spesies berbahaya?”
“Yah, gua kan cuma menganalisa dari statistik pengembalian
buku lu, Ko. Dan judul-judul apa yang lu pinjam. No
hard feeling, dong.”
............ ...................... ............ .......... .......... ................ ........ ......
hancurkan gara-gara track record kartu anggota taman
bacaan?”
“Memangnya Eko pinjam buku apa aja?” tanya Keenan
pada Kugy. Betulan penasaran.
“Dua tahun jadi anggota masa cuma pinjam Godam si
Putera Petir? Dan lebih dari sepuluh kali dia pinjam yang
judulnya Anak Rabaan Setan,” jawab Kugy, “terakhir-ter35
............ ............ .......... ............ ...................... .............. ........ ............ ......
riga?”
Menyusul seketika ledakan tawa Keenan dan Noni. Wajah
Eko merah padam. Kali ini ia terpaksa bungkam.
Kugy berdehem lagi. “Nah. Berhubung segala sesuatu
yang berhubungan dengan gua adalah keren adanya, jadi
gua nggak aneh. Dan Eko, yang harusnya lebih aneh karena
bisa suka sama orang aneh bahkan jadi anggota perpustakaan
orang aneh dengan pilihan buku yang aneh, akhirnya
juga jadi nggak aneh. Kalau begitu, pemenang lingkaran suci
kali ini adalah ....”
.................... .............. ................ ................ ..............
Malam itu ditutup dengan Keenan yang memperagakan
lipsync lagu Sakit Gigi-nya Meggy Z.
“Hai. Boleh masuk?”
Kugy yang sedang mengetik di komputer terkejut melihat
Keenan muncul di pintu kamarnya yang setengah terbuka.
“Lho. Belum pulang?” tanya Kugy sambil melirik jam
yang sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat.
“Pinginnya, sih. Tapi nggak enak ganggu yang pacaran.
Cuma bingung juga bengong di luar.”
Kugy pun segera membukakan pintu. “Silakan masuk,
Meneer.”
Keenan melihat sekitar, tampak terkesan.
“Kenapa? Kamarku rapi, ya? Nggak matching sama yang
punya.”
“Iya. Saya nggak sangka,” jawab Keenan jujur. Matanya
lalu berlabuh pada sebuah pigura berisikan foto keluarga
Kugy.
“Keluarga besarku. The ‘K’ family. Lima bersaudara


Jangan lupa tunggu bagian selanjutnya………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar