Nah ini dia lanjutan
ceritanya silahkan di baca
21
menghalangi
pandangan keduanya. Kugy berharap ia tak
salah
mendengar. “Keenan ... Keenan ...,” ulangnya sendirian
sambil
terus berjalan.
Tak
jauh dari sana, seseorang merasa namanya dipanggil.
bergerak
ke arahnya. Keenan mengamati dengan saksama.
Ia
yakin belum pernah berkenalan dengan cewek satu itu
seumur
hidupnya. Tepatnya, ia belum pernah menemukan
orang
dengan penampilan seaneh itu.
Ragu,
Keenan mendekati, menjajarkan langkahnya dengan
kaki
kecil yang melangkah besar-besar dan terburuburu.
“Permisi
....”
Kugy
berhenti, tertegun menatap orang yang tahu-tahu
muncul
di sampingnya dan kini mengadang persis di hadapan.
Keenan
mengamati sekali lagi. Perempuan mungil setinggi
dagunya,
kelihatan seperti anak SMP, gaya berbusana
tidak
ada juntrungnya, rambut seperti orang baru kesetrum,
kedua
mata membelalak seperti mengancam. Mendadak
Keenan
menyesal telah memanggil.
“Ada
apa, ya?” tanya Kugy dengan suara dibesar-besarkan.
Berusaha
sangar.
Setengah
mati Keenan menahan senyum gelinya yang
spontan
ingin membersit. Ternyata ia berhadapan dengan
anak
kucing yang berusaha jadi singa.
“Nggak
pa-pa. Saya salah mengenali orang. Saya pikir
tadinya
kamu ... emm ... maaf, ya.” Keenan mulai bingung
menjelaskan,
dan akhirnya hanya tersenyum lebar lalu ambil
langkah
seribu. Namun, dalam hati ia tahu, ia tidak akan
pernah
melupakan wajah itu.
Kugy
pun hanya mengangguk kecil, lalu berjalan lagi ke
arah
bilik informasi yang menjadi tujuannya. Napasnya baru
lepas
setelah ia yakin orang itu sudah hilang jauh di balik
22
punggungnya.
Sejujurnya, ia tidak keberatan salah dikenali.
Laki-laki
tadi adalah makhluk tertampan yang pernah ia
temui
sejak tokoh Therrius dalam komik Candy-Candy.
Namun,
harus selalu waspada dengan semua makhluk sok
akrab,
tegas Kugy dalam hati. Lebih baik konsentrasi mencari
sepupu
Eko nan malang, ia pun memotivasi diri. Berusaha
melupakan
apa yang baru ia lihat.
23
Noni
dan Eko, yang mulai putus asa menunggu di tempat
sama,
akhirnya berjalan ke teras depan stasiun. Suasana mulai
lengang,
tinggal segelintir orang yang tersisa.
“Aku
coba telepon ke rumah tanteku, deh. Siapa tahu
memang
dia pakai kereta yang lain. Pinjam HP ya, Non.
Pulsa
cekak, nih.”
Sambil
memberengut, Noni menyerahkan ponselnya.
Namun,
tangannya tergantung di udara, karena tiba-tiba terdengar
suara
yang sangat ia kenal bergaung lewat speaker
seantero
stasiun.
“Panggilan
untuk Keenan penumpang KA Parahyangan
dari
Jakarta, sekali lagi, saudara Keenan, sepupu dari Eko
Kurniawan,
ditunggu oleh saudara Eko yang ciri-cirinya sebagai
berikut:
rambut cepak berjambul Tintin, tinggi 175 cm,
kulit
cokelat sedang, mata besar bulu mata lentik, pakai
kaus
Limpbizkit, ditemani oleh dua cewek cakep ....”
Noni
dan Eko melongo. Keduanya menoleh ke belakang,
melihat
Kugy di bilik informasi sedang menguasai mikrofon.
Tak
lama seorang petugas datang tergopoh-gopoh untuk me-
3.
MOTHER
ALIEN
24
ngendalikan
situasi. Seorang anak kurang ajar rupanya telah
menjajah
daerah kekuasaannya saat ia pergi sebentar ke kamar
mandi
barusan.
Tak
hanya Noni dan Eko yang ikut menoleh, seorang pemuda
yang
berdiri tak jauh dari mereka pun ikut melongok.
Dan
kini orang itu yakin bahwa perempuan aneh yang kini
tengah
diusir petugas itu memang orang sama yang memanggil
namanya
tadi.
Sambil
tertawa riang, Kugy menghampiri Noni dan Eko.
“Ha-ha
... salah sendiri posnya ditinggal ....”
Dari
arah lain, tampak satu sosok mendekati mereka bertiga.
Baru
saja Keenan mau mengucap “permisi” untuk yang
kedua
kalinya, matanya tertumbuk pada wajah yang kali ini
rasanya
ia sungguhan kenal.
“Eko?”
panggilnya setengah meragu.
“Keenan?”
Eko membalas sama ragunya.
Keduanya
tercenung memandangi satu sama lain. Dalam
koridor
memori masing-masing, ingatan mereka berkejaran
menuju
ke sembilan tahun lalu. Dalam ingatan Keenan, Eko
adalah
anak berbadan besar cenderung tambun, periang,
bermata
cantik seperti anak perempuan dengan bulu mata
lebat
dan lentik. Dalam ingatan Eko, Keenan adalah anak
bule
berambut kecokelatan, kurus dengan tungkai-tungkai
panjang,
bersorot mata teduh dan selalu tersenyum ramah,
tapi
jarang bicara. Dan sekarang Keenan menjulang tinggi
dan
tegap, rambutnya yang diikat tak lagi cokelat melainkan
hitam
pekat, tampak terjurai sedikit melewati pundak. Hanya
sorot
matanyalah yang tak berubah, yang sejak kecil
membuat
Keenan tampak lebih dewasa dari umurnya.
Keenan
pun tak akan mengenali sepupunya jika saja tidak
menemukan
kedua mata bundar yang dinaungi bulu-bulu
lentik
yang sejak dulu menjadi ciri khas Eko, yang mem25
buatnya
dulu dipanggil ‘‘Si Cowok Cantik’’. Sekarang sepupunya
sudah
tidak bulat lagi seperti bola, malah lebih mirip
pelatih
.............
Jarak
sembilan tahun itu seketika melumer ketika keduanya
berdekapan
sambil tertawa bersama, menyadari bahwa
sejak
tadi mereka ternyata berdiri bersisian.
“Bener
juga kata Tante Lena, lu udah makin kayak seni-
........
...................... .......... ........ .............. ................
.......... ................
“Kenalin,
Nan. Ini cewek gua, Noni. Dan ini sahabatnya
Noni
....”
Hanya
Kugy yang tampak menyimpan kepanikan saat
berkenalan
dengan Keenan. Wajahnya bersemburat merah
saat
ia mengulurkan tangan, “Hai. Kugy ....”
Keenan
tersenyum lebar menyambut tangan mungil dengan
muka
yang kini merunduk malu itu. Betulan seperti
anak
kucing. “Hai. Akhirnya kenalan juga.”
“Memangnya
kalian udah ketemu?” komentar Eko melihat
pemandangan
ganjil itu. Kugy yang tahu-tahu melempem
seperti
kerupuk disiram air, sementara ekspresi Keenan
seperti
orang yang menangkap basah sesuatu.
..................
.................. .................. ................ ..............
..............
berpandangan
lalu tertawa.
..................
............ .................. ............ .......... ......................
........ ......
reka
tertawa lagi.
“Gimana,
sih?” Eko dan Noni mulai merasa ada konspirasi
di
balik ini semua.
“Mungkin
kita sudah ketemu di kehidupan lampau ....”
timpal
Kugy cepat.
“Yup.
Dan dulu dia galak sekali.” Keenan ikut menambahkan,
mantap.
Eko
melengos melihat keduanya, malas mempermasalahkan
apakah
dua orang itu serius atau bercanda. “Dari dulu
26
dia
udah hancur gini belum dandanannya?” celetuknya sambil
menunjuk
Kugy.
..........
.................. .............. ................
Kugy
ikut mengekeh, bangga. Percaya dirinya sudah kembali.
Seketika
ada keakraban yang juga mencairkan jarak
dan
waktu di antara mereka berempat, seolah mereka telah
berkenalan
jauh lebih lama dan bukannya barusan.
Tak
lama kemudian, hujan kembali mengguyur Kota Bandung.
Sebuah
Fiat warna kuning terang tampak berusaha
keras
keluar dari parkiran stasiun. Noni di belakang kemudi,
sementara
ketiga temannya mendorong di belakang. Tubuh
mungil
Kugy diapit oleh kedua lelaki besar di kiri-kanan,
tapi
jelas suara lantangnya yang berfungsi sebagai mandor.
Ia
berteriak-teriak sekuat tenaga untuk membakar semangat,
sampai
akhirnya Fiat itu berhasil kembali melaju dengan
tenaga
mesin. Bukan manusia.
Dering
telepon meraung-meraung di koridor kos-kosan itu
sejak
tadi, bersahutan dengan derap kaki yang berlari dan
..................
................................ .............. ..........
........................ ........ ..........
................
Kugy
menyambar kop telepon dan terengah menyapa,
“Halo
....”
“Hai,
Sayang.”
“Hai,
Jos ....”
“Kamu
baru jogging? Tumben rajin.”
“Bukan.
Baru dorong mobil.”
“Hah?”
“Hujan-hujanan
lagi. Gede banget.”
“HAH?
Kok bisa?”
“Biasa.
Fuad lagi penyakitan, sementara Eko harus jem27
put
sepupunya ke stasiun, yang dari Belanda itu lho, terus
mereka
butuh aku untuk dorong mobil kalau-kalau mogok.
Eeeh
... dasar si Fuad, beneran mogok dia.”
............
...... ...... .......... ............ ........ ............ ............
.......... .......... ..........
yang
mereka andalkan? Di stasiun kan banyak kuli. Bayar
kek
buat dorong mobil, ngemodal dikit. Nanti kalau kamu
......
.................... ...................... .................... ......
........ .......... ...... ..........
bisa
gantiin kamu kuliah?”
“Jos,
nggak pa-pa, kok. Yang dorong beneran kan Eko
sama
sepupunya. Aku cuma nyumbang spirit sama akting
ngedorong
doang.”
“Tapi
tetap hujan-hujanan, kan?”
“Iya,
siiih ....”
............
........ ............ ........ .................. ................
...................... ............
mengalir
tanpa jeda.
Kugy
menunggu sambil memanyunkan mulut dan memeras
ujung-ujung
kausnya yang basah. Ia memang tak
akan
pernah bisa menang jika beradu mulut dengan Joshua,
pacarnya
sejak dua tahun terakhir. Kendati begitu, Joshua
pun
seringkali mati kutu jika berhadapan dengan Kugy.
Buktinya,
dia harus merelakan namanya yang indah
‘‘dirusak’’
menjadi “Ojos”, dan hanya Kugy satu-satunya di
dunia
yang berani melakukan itu.
Bagi
Kugy, ungkapan opposite attract adalah yang paling
sempurna
untuk menggambarkan dinamikanya dengan Ojos.
Tak
ada satu pun temannya yang percaya bahwa keduanya
bisa
jadian, begitu juga dengan teman-teman Ojos. Keduanya
bertolak
belakang hampir dalam segala hal. Ojos yang necis
dan
jago basket adalah pujaan banyak cewek di sekolah karena
kegantengannya,
mobilnya yang keren, dan sikapnya
yang
sesuai primbon Prince Charming. Membukakan pintu,
membawakan
seikat bunga, dan makan malam di restoran
mewah
bertemankan sinar lilin, adalah standar prosedur
28
Ojos.
Di sisi yang berbeda, Kugy pun termasuk sosok
populer
di sekolah karena aktivitas dan pergaulannya yang
luas.
Tapi Kugy berasal dari kutub yang berbeda. Kugy dikenal
dengan
julukan Mother Alien. Ia dianggap duta besar
dari
semua makhluk aneh di sekolah. Semuanya tak habis
pikir,
bagaimana mungkin Prince Charming dan Mother
Alien
bisa bersatu?
Tidak
juga Ojos, atau Kugy, tahu jawabannya. Mungkin
karena
Kugy begitu berbeda dengan semua cewek yang pernah
dipacarinya,
Ojos begitu terkesima melihat bagaimana
Kugy
begitu santai dan berani menjadi dirinya sendiri, sementara
cewek-cewek
lain sibuk mencari muka hanya supaya
Ojos
mau mengajak mereka makan atau nonton barang
sekali
saja. Kugy sendiri tak pernah menganggap Ojos serius
mendekatinya
karena menyadari betul perbedaan mencolok
di
antara mereka berdua. Kugy tak sadar, sikapnya justru
membuat
Ojos semakin penasaran.
Kugy
tak akan pernah lupa hari mereka jadian. Pada sore
itu,
hujan pun turun sama lebatnya. Dan Ojos keburu menerima
tantangan
Kugy untuk bertandang ke rumahnya pakai
kendaraan
umum. Datanglah Ojos di depan pintu, basah
kuyup
karena gengsi bawa payung, rambut rapinya layu ditimpa
air
hujan, dan seikat mawar putihnya berantakan
tergencet
punggung orang di Metro Mini. Dan kali itu, Kugy
melihat
Ojos dengan pandangan lain, bukan lagi anak manja
yang
dipuja-puja satu sekolah, melainkan seseorang yang
siap
berkorban demi pilihan hatinya. Dan hati Kugy pun
akhirnya
memilih.
Hampir
dua tahun mereka pacaran, dan mereka tetap
dua
manusia yang bertolak belakang. Di mata Kugy, Ojos
yang
perhatian dan cerewet kadang-kadang berfungsi sebagai
penata
hidupnya dan kaki-kaki yang membantunya menjejak
bumi
saat terlalu lama berada di dunia khayal. Di mata
29
Ojos,
Kugy yang cuek dan seenaknya terkadang menjadi
pengingat
bagi dirinya untuk bersikap santai dan terbuka
bagi
segala kejutan dalam hidup.
Cukup
banyak penyesuaian yang mereka pelajari selama
dua
tahun ini. Salah satu trik yang dipelajari Kugy kalau
Ojos
sedang kambuh cerewetnya adalah menjauhkan sedikit
gagang
telepon lalu mencari kesibukan lain, dan kini ia masih
asyik
memeras ujung-ujung bajunya.
“Gy?
Kugy? Denger nggak?”
Kugy
tersadar dan buru-buru mendekatkan gagang telepon.
“Kenapa?
Sori tadi kresek-kresek ....”
“Tadi
aku bilang, lain kali kamu naik taksi aja ke manamana,
jangan
percaya deh sama si Fuad. Udah sering kamu
dikerjain
mobil satu itu.”
“Ogah,
ah. Naik taksi mahal. Kalau dorong Fuad, udahannya
malah
suka dijajanin minum sama Eko.”
Ojos
menghela napas. Putus asa. “Ya udah. Terserah.
Ganti
baju gih, nanti masuk angin. Oh, ya, kapan dong
kamu
beli HP baru? Masa kalau mau telepon harus ke kosan
terus.
Kan enakan ngobrol di kamar.”
Ponsel
Kugy, produk second keluaran empat tahun yang
lalu,
sudah tak berfungsi lagi layarnya. Selama ini ia terpaksa
menggantungkan
nasib pada feeling, dari mulai
urusan
memencet nomor sampai menerima telepon. Alhasil,
Kugy
kehabisan banyak pulsa karena salah sambung, dan
tak
berhasil menghindari telepon-telepon yang tak diinginkan
karena
tidak tahu siapa gerangan yang meneleponnya.
“Aku
nabung dulu, ya, Jos. Aku lagi bikin cerpen, nih.
Kali
ini aku mau coba kirim ke majalah. Jadi ada penghasilan.
Malu
minta sama Bokap. Lagian kalo buat HP kayaknya
nggak
akan dikasih.”
“Kamu
lagi bikin cerita apa?”
30
“Aku
lagi bikin cerpen cinta gitu. Kalau dimuat, honornya
cukupan
beli HP baru.”
“Pasti
dimuat. Kamu kan hebat. Ceweknya siapa dulu
...”
“Oh,
ya, aku juga lagi bikin dongeng tentang sayursayuran.
Jadi
gini, tokoh utamanya Pangeran Lobak dari
kerajaan
Umbi, lalu tokoh antagonisnya penyihir namanya
Nyi
Kunyit dari negeri Rempah ...”
Ojos
punya trik jika Kugy sedang berceloteh tentang
dunia
khayal yang tak ia mengerti, yakni menjauhkan
gagang
telepon sedikit dan mencari kesibukan lain. Ojos
mulai
membuka-buka tumpukan majalah otomotif di
hadapannya,
sementara mulutnya sesekali membuka, “Oh,
ya?
Hmm. Oooh. Ya, ya. Hmm. Oh, ya? Hmm ....”
“Seru,
kan? Hebat nggak ceritaku? Jos? Halo?”
Ojos
tersadar dan buru-buru mendekatkan gagang
..................
............ ............ .......... ................ ...... ............
.......... ..............
gih.
Besok aku telepon lagi ya, Sayang. Bye!”
..............
............ ............ .......... .......... .......... ..............
................
berdiri,
tahu-tahu selembar handuk telah dilemparkan ke
pangkuannya.
“Diomelin
sama Ojos, ya?” tanya Noni yang sudah berdiri
di
depan Kugy.
“Yah,
biasalah. Kayak nggak tahu aja. Dia kan jelmaan lu
dalam
bentuk laki-laki,” ujar Kugy sambil terkekeh.
“Nanti
malam diajak makan sama Eko. Gabung, yuk.”
Kugy
menelan ludah. “Pakai Fuad lagi?”
“Fuad
tewas. Besok masuk bengkel dulu. Rencananya Eko
dan
Keenan mampir ke sini pakai angkot, nanti kita jalan
kaki
aja cari yang dekat-dekat, atau pesan makanan lewat
telepon.”
................
............ ........ .............. ............ ................ ............
............
..................
.......... .................. .............. ........ ......................
...... ............
pintu
kamar mandi.
31
Di
ruangan tamu yang digunakan bersama itu, tampak karton
pipih
lebar bekas pizza menganga terbuka. Sebuah teve
yang
tak ditonton menyala dengan suara sayup. Empat
orang
duduk di lantai, berbincang asyik sambil tertawa-tawa,
dengan
dus pizza kosong sebagai pusat bagaikan kawanan
Indian
yang mengelilingi api unggun.
“Kugy
... giliran lu kasih ide.”
“Oke,”
Kugy berdehem, “di lingkaran suci ini, sebutkan
hal
paling aneh yang pernah kita lakukan. Ayo, yang jujur,
........
“Maaf,
sebetulnya gua kurang setuju,” Noni angkat tangan,
“karena
bagi Kugy semua hal nggak ada yang aneh,
termasuk
yang paling aneh sekalipun untuk ukuran orang
normal.”
Mereka
tergelak-gelak, termasuk Kugy. “Itu memang apesnya
lu
aja, Non. Dan untung di gua,” celetuk Kugy.
Noni
berpikir sejenak. “Waktu SD gua pernah ikut drama
sekolah,
dan dapat peran jadi .... Pak Raden. Lengkap
dengan
kumis palsu.”
4.
LINGKARAN
SUCI
32
Semua
terkikik-kikik.
................
.......... ...... .............. .............. .............. ..........
“Tapi
karakter pas banget.”
Giliran
Keenan. “Hmm. Lipsync lagu Meggy Z. Lengkap
dengan
joget.”
Pengakuan
Keenan disambut sunyi. Semua terlongo, takjub.
Melihat
reaksi itu, Keenan merasa perlu memberikan penjelasan.
“Jadi,
waktu itu ada malam kesenian di sekolah gua
di
Amsterdam, dan karena mereka tahu gua dari Indonesia,
gua
diminta menyumbangkan satu kesenian yang khas Indonesia.
Yah,
cuma itu yang gua bisa. Tapi mereka suka banget.
Satu
sekolah ikut joget.”
“Lagu
yang mana?”
“Sakit
Gigi.”
Sunyi
lagi. Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan yang
diprakarsai
oleh Eko. Tak lama, yang lain mengikuti.
“Terima
kasih, terima kasih,” Keenan membungkuk hormat.
Giliran
Kugy. Anak itu berpikir keras. Betul kata Noni,
pikirnya,
berhubung hampir semua yang ia lakukan cenderung
aneh,
susah sekali memilih satu.
“Ayo,
dong. Lama banget, sih,” desak Eko tak sabar.
“Bentar,
bentar. Susah banget, nih,” gumam Kugy. Mukanya
berkerat-kerut
tanda berpikir keras.
“Mau
dibantu, Gy?” Tahu-tahu Noni memberi usul.
“Please.”
“Kugy
suka kirim surat ke Dewa Neptunus,” ungkap Noni
sambil
menahan geli.
Alis
Keenan seketika bertemu. “Gimana caranya?”
“Oh,
gampang. Dulu, waktu rumah gua masih di dekat
pantai,
ya gua hanyutkan di laut. Sesudah itu dihanyutkan
saja
di segala aliran air, karena semua aliran air bermuara
33
ke
laut.” Kugy langsung duduk tegak dan menjelaskan dengan
semangat.
“Terus,
tujuannya lu kirim surat apa?” Eko bertanya.
“Teman-teman,
sudah saatnya kalian tahu bahwa gua
ini
sebetulnya ...,” Kugy menahan napas, suaranya bergetar
“...
alien.”
Sunyi
yang lebih mencekam, atau tepatnya mencekik, seketika
memberangus
mereka. Eko sudah mau mati menahan
semburan
tawa.
“Gua
sebetulnya anak buah Neptunus yang dikirim ke
Bumi
untuk jadi mata-mata,” papar Kugy lagi, “dan, SECARA
KEBETULAN
SEKALI, zodiak gua Aquarius. Ajaib,
kan?”
tambahnya dengan mata berbinar-binar.
“Sama,
dong. Gua juga Aquarius,” sahut Keenan.
“Yo!
Brotha’!” Kugy kontan menjabat tangan Keenan.
Eko
membelesakkan kepalanya ke dalam bantal. Tertawa
terpingkal-pingkal.
“Kok gua serasa ada di tengah alien
nation
gini, ya?” cetusnya dari dalam benaman bantal.
“Betul,
kan? Tantangan ini memang nggak relevan buat
si
Kugy,” kata Noni lagi, “ayo, giliran kamu, Ko.”
“Dengan
segala hormat, tapi hal paling aneh yang pernah
gua
lakukan adalah ... naksir Kugy.”
Keenan
terbahak keras, diikuti Kugy yang sampai terguling
di
lantai. Sementara mulut Noni menganga tak percaya,
“Kamu
pernah naksir Kugy? Ka—kapan?”
“Yah,
waktu aku kelasnya sebelahan sama dialah, pas kelas
2
SMP. Untung kamu udah keburu pindah, Sayang. Jadi
nggak
perlu ikut menyaksikan aib ini,” Eko menepuk bahu
Noni,
“tenang, Non. Langsung menyesal, kok. Dulu aku sering
ke
taman bacaannya Kugy. Bisa naksir karena setiap
ketemu
Kugy selalu pas dia lagi baca buku. Begitu ngobrol
........
............ ................ ........ ........ ..............................
34
“Terus,
kok kalian bisa ... jadian?” Keenan perlahan menunjuk
Eko
dan Noni.
Eko
langsung pasang tampang serius. “Sebetulnya cinta
sejati
gua adalah Noni, Nan. Gua udah naksir dia dari kelas
1
SMP ....”
..............
................ ............ ........ ................ ................
............ ............
kan
kenal aku justru setelah aku pindah. Gara-gara pernah
ketemu
aku di rumah Kugy, kan? Yang mungkin waktu itu
kamu
masih jadi pelanggan setia taman bacaannya dalam
..............
.......................... .......... .......... ........ ..............
........ .......... ..............
aku
dari kelas 1, padahal aku yakin kamu tahu aku aja
nggak,”
cerocos Noni sengit.
“Ya’elah,
Non. Dendam banget, sih. Namanya juga usaha.
Bokis
dikit kan biasa. Yang penting hasilnya ...” Eko membujuk-
bujuk.
“Jadi
kalian dicomblangin Kugy?” tanya Keenan lagi.
..........................
.......... ........ ........ ........ .......... .......... ............
Kugy
menggeleng, “Sori. Aku paling anti percomblangan
dan
segala usaha perjodohan lainnya,” sahutnya kalem.
“Si
Semprul satu ini justru orang yang paling menghalang-
halangi,
tahu nggak?” sambar Eko lagi. “Masa dia
pernah
bilang ke Noni kalo gua itu spesies berbahaya?”
“Yah,
gua kan cuma menganalisa dari statistik pengembalian
buku
lu, Ko. Dan judul-judul apa yang lu pinjam. No
hard
feeling, dong.”
............
...................... ............ .......... .......... ................
........ ......
hancurkan
gara-gara track record kartu anggota taman
bacaan?”
“Memangnya
Eko pinjam buku apa aja?” tanya Keenan
pada
Kugy. Betulan penasaran.
“Dua
tahun jadi anggota masa cuma pinjam Godam si
Putera
Petir? Dan lebih dari sepuluh kali dia pinjam yang
judulnya
Anak Rabaan Setan,” jawab Kugy, “terakhir-ter35
............
............ .......... ............ ...................... ..............
........ ............ ......
riga?”
Menyusul
seketika ledakan tawa Keenan dan Noni. Wajah
Eko
merah padam. Kali ini ia terpaksa bungkam.
Kugy
berdehem lagi. “Nah. Berhubung segala sesuatu
yang
berhubungan dengan gua adalah keren adanya, jadi
gua
nggak aneh. Dan Eko, yang harusnya lebih aneh karena
bisa
suka sama orang aneh bahkan jadi anggota perpustakaan
orang
aneh dengan pilihan buku yang aneh, akhirnya
juga
jadi nggak aneh. Kalau begitu, pemenang lingkaran suci
kali
ini adalah ....”
....................
.............. ................ ................ ..............
Malam
itu ditutup dengan Keenan yang memperagakan
lipsync
lagu Sakit Gigi-nya Meggy Z.
“Hai.
Boleh masuk?”
Kugy
yang sedang mengetik di komputer terkejut melihat
Keenan
muncul di pintu kamarnya yang setengah terbuka.
“Lho.
Belum pulang?” tanya Kugy sambil melirik jam
yang
sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat.
“Pinginnya,
sih. Tapi nggak enak ganggu yang pacaran.
Cuma
bingung juga bengong di luar.”
Kugy
pun segera membukakan pintu. “Silakan masuk,
Meneer.”
Keenan
melihat sekitar, tampak terkesan.
“Kenapa?
Kamarku rapi, ya? Nggak matching sama yang
punya.”
“Iya.
Saya nggak sangka,” jawab Keenan jujur. Matanya
lalu
berlabuh pada sebuah pigura berisikan foto keluarga
Kugy.
“Keluarga besarku.
The ‘K’ family. Lima bersaudara
Jangan lupa tunggu bagian selanjutnya………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar